Rabu, 06 Maret 2013

TESIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar  Belakang Masalah
                 Mutu pendidikan  di Indonesia masih rendah, seperti dilaporkan Human Development Index (HDI). Laporan HDI tahun 2003 menunjukkan, Indonesia pada urutan ke-112 (0,682) dari 175 negara. Mutu pendidikan terkait dengan (1) kualitas guru dan tenaga kependidikan (kepala sekolah, pengawas, penilik), (2) kurikulum pengajaran, (3) metode pembelajaran, (4) bahan ajar, (5) alat bantu pembelajaran, dan (6) manajemen sekolah. Keenam elemen ini saling berkait dalam upaya meningkatkan kualitas belajar-mengajar, yang berpuncak pada peningkatan mutu pendidikan. [1]
         Pemerataan pendidikan merupakan hal paling kritis karena berkaitan erat dengan isu sensitif, yakni keadilan dalam memperoleh akses pendidikan. Memperoleh pendidikan yang layak merupakan hak asasi setiap warga bangsa yang dijamin konstitusi. Maka, pemerintah wajib memberi pelayanan pendidikan yang baik kepada seluruh masyarakat.
         Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Hal tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut. Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.
         Untuk mewujudkan mutu dalam lembaga atau organisasi menurut Juran terfokus pada tiga kegiatan, yaitu: perencanaan (planning), pengawasan (controlling) dan perbaikan (improvement) yang dikenal dengan Trilogy Juran.[2]
         Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung pengetahuan manajerial kepala sekolah. Kepala sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
         Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, kemampuan dan task commitment (tanggung jawab terhadap tugas), tenaga kependidikan yang handal, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Apabila salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal. Manajemen sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada kepala sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan suatu sekolah yang meliputi input siswa, tenaga kependidikan, sarana prasarana, dana, manajemen, lingkungan, dan kegiatan belajar-mengajar.
         Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka hal tersebut memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
         Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain.
         Fungsi kepala sekolah memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diberikan tenggung jawab untuk melakukan pengelolaan penuh terhadap pengaturan jalannya roda kependidikan di sekolah. Peran utama Kepala sekolah adalah sebagai pemimpin yang mengendalikan jalannya penyelenggaraan pendidikan di mana pendidikan itu sendiri berfungsi pada hakekatnya sebagai sebuah transformasi yang mengubah input menjadi output. Hal ini menentukan suatu proses yang berlangsung secara benar, terjaga sesuai dengan ketentuan dari tujuan kependidikan itu sendiri.    
         Pada tataran organisasi, keberadaan kepala sekolah sebagai seorang pimpinan menjadi sangat strategis perannya dalam rangka pengelolaan sekolah sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut. Tuntutan masyarakat sebagai pelanggan menjadi fokus utama dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi kebutuhan pendidikan masyarakat.
         Seiring dengan modernisasi di berbagai bidang khususnya bidang pendidikan, maka perlu adanya kebijakan dan tindakan yang konkrit untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mulai dari kebijakan pusat sampai tingkat daerah, dan sampai  tingkat lembaga pendidikan. Keberhasilan dan kemajuan lembaga pendidikan bukanlah dihasilkan oleh usaha perseorangan, tetapi hal itu akibat dari kerjasama seluruh elemen yang terkait dan berfungsinya komponen-komponen sekolah dengan baik. Oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan perlu adanya perbaikan secara menyeluruh dan optimalisasi kinerja setiap komponen-komponen sekolah yang dimotori oleh kepala sekolah.
                 Dengan adanya pengarahan para guru dapat mengetahui job mereka masing masing, sehingga mereka dapat bertugas sesuai dengan tempat mereka masing-masing tanpa adanya tumpang-tindih dalam pekerjaan. Dengan pemantauan atau pengawasan dari kepala sekolah dapat mendorong rasa tanggungjawab pada diri para guru atas pekerjaan mereka, karena mereka tahu bahwa mereka diawasi. Dengan adanya penilaian hasil sistem kerja akan menumbuhkan sikap inovatif dan kreatif menuju peningkatan mutu pengajaran dari waktu ke waktu.
                 Kepemimpinan adalah inti manajemen, dan oleh sebab itu meningkatkan pengetahuan manajerial merupakan sebuah keharusan jika keberhasilan pelaksanaan pendidikan dalam era desentralisasi daerah dan desentralisasi pendidikan diharapkan berhasil.
                 Digulirkannya reformasi dan kebersaman era globalisasi kehidupan penuh persaingan, maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya dibidang program pendidikan menengah kejuruan di Indonesia, sehingga dapat memunculkan adanya fenomena baru di bidang pendidikan menengah, yaitu menghasilkan lulusan yang terampil dan berpengetahuan untuk bersaing global.
                      Wildavsky mengemukakan bahwa salah satu preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi kepala sekolah atau calon kepala sekolah, bahwa “kompetensi minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian sekolah; keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan keterampilan teknis instruksional dan non instruksional.”[3] Hal serupa dikemukakan oleh Segiovanni, bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja manajemen sekolah sebagai proses sosial, mengemukan tiga jenis keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu: (1) keterampilan teknis, yakni keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik tertentu dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu; (2) keterampilan manusiawi yakni keteram-pilan yang menunjukkan kemampuan seorang manajer di dalam bekerja dengan orang lain secara efektif dan efisien; (3) keterampilan konseptual yakni keterampilan yang berkenaan dengan cara kepala sekolah memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program kerja sekolah secara keseluruhan.[4]
                         Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, diperlukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan, baik yang dilakukan secara sentralisasi maupun desentralisasi.[5]
                        Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut dalam bentuk tesis dengan judul: “Hubungan Supervisi dan Pengetahuan Manajerial  dengan Mutu Pendidikan di SMK Negeri  DKI Jakarta”.

B.   Identifikasi Masalah
                      Bertolak dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi mutu pendidikan mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu proses pendidikan dan hasil pendidikan.  Penilaian positif terhadap mutu pendidikan  yang didasarkan pada  bagaimana  supervisi  dan pengetahuan manajerial mengelola satuan pendidikan.
                 Pengetahuan manajerial sekolah, mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Melalui hubungan antara supervisi dan pengetahuan manajerial akan memperoleh mutu pendidikan yang diharapkan.
C.   Pembatasan Masalah
                  Mengingat demikian luas dan kompleksnya permasalahan tentang supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam suatu organisasi merupakan kunci pokok keberhasilan suatu lembaga pendidikan, pengetahuan manajerial juga merupakan satu hal yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan,  maka agar penelitian lebih focus dan terarah kajian penelitian dibatasi pada supervisi dan pengetahuan manajerial, yang dikaitan dengan mutu pendidikan pada sekolah SMK Negeri DKI Jakarta.
D.   Perumusan Masalah
                  Berdasarkan identifikasi masalah di atas, focus permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah terdapat hubungan antara supervisi dengan mutu pendidikan?
2.      Apakah terdapat  hubungan antara pengetahuan manajerial dengan mutu pendidikan?
3.      Apakah terdapat hubungan antara supervisi dan pengetahuan manajerial secara bersama-sama dengan mutu pendidikan?
E.     Kegunaan Penelitian
1.      Teoritis
         Secara teoritis, penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang manajemen pendidikan, khususnya mengenai supervisi dan pengetahuan manajerial guna mendukung peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
2.      Praktis
        Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana manajemen pendidikan tentang pentingnya supervisi, pengetahuan manajerial dan peningkatan mutu pendidikan, dan paling tidak dapat menambah bahan pelengkap kepustakaan manajemen pendidikan tentang peningkatan mutu pendidikan di Sekolah SMK.





[1]Amich Alhumami, Isu-isu mutu pendidikan. http://tirtaamartya.wordpress.com  /2007/06/07/ tiga-isu-pendidikan-kritis. (diakses tanggal 27 November 2010).
[2] Mukhneri Mukhtar. Supervision: Improving Performance and Development Quality in Education. (Jakarta: PPs UNJ Press:2011).h. 2.
[3] Wildavski dalam Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan:dalam Upaya meningkatkan Profesionalisme Tenaga kependididkan (Bandung:Pustaka Setia, 2002), hh.145-147.
[4]  Ibid
[5]  Mukhneri Mukhtar. Supervision: Improvement, Development Quality Educational Program. (Jakarta: PPs UNJ Press. 2011) h. 22

Tidak ada komentar: