BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Mutu
pendidikan di Indonesia masih rendah,
seperti dilaporkan Human Development Index (HDI). Laporan HDI tahun 2003
menunjukkan, Indonesia pada urutan ke-112 (0,682) dari 175 negara. Mutu
pendidikan terkait dengan (1) kualitas guru dan tenaga kependidikan (kepala sekolah,
pengawas, penilik), (2) kurikulum pengajaran, (3) metode pembelajaran, (4)
bahan ajar, (5) alat bantu pembelajaran, dan (6) manajemen sekolah. Keenam
elemen ini saling berkait dalam upaya meningkatkan kualitas belajar-mengajar,
yang berpuncak pada peningkatan mutu pendidikan. [1]
Pemerataan pendidikan merupakan hal paling kritis karena
berkaitan erat
dengan isu sensitif, yakni keadilan dalam memperoleh akses pendidikan.
Memperoleh pendidikan yang layak merupakan hak asasi setiap warga bangsa yang
dijamin konstitusi. Maka, pemerintah wajib memberi pelayanan pendidikan yang
baik kepada seluruh masyarakat.
Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama
kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut
melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas
antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi,
perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta
pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya
upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas
pendidikan. Hal tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan
pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi
juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan
merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak
menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Disamping
itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan
berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang
beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah
harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan
peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika
sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur
dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan
anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses
peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan
disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan
peningkatan mutu tersebut. Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan
baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus
berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan.
Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen
peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang
lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality
Improvement.
Untuk
mewujudkan mutu dalam lembaga atau organisasi menurut Juran terfokus pada tiga
kegiatan, yaitu: perencanaan (planning),
pengawasan (controlling) dan
perbaikan (improvement) yang dikenal
dengan Trilogy Juran.[2]
Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu
didukung pengetahuan manajerial kepala sekolah. Kepala sekolah hendaknya
berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material,
secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di
sekolah secara optimal.
Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung
oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah,
kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa,
kemampuan dan task commitment (tanggung jawab terhadap tugas), tenaga
kependidikan yang handal, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung
kegiatan belajar mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan
fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Apabila salah satu hal di
atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal.
Manajemen sekolah, memberikan kewenangan penuh kepada kepala sekolah untuk
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi komponen-komponen pendidikan suatu sekolah yang meliputi input
siswa, tenaga kependidikan, sarana prasarana, dana, manajemen, lingkungan, dan
kegiatan belajar-mengajar.
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya
kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya
lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang
tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha
untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap
individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan
kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan
bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan
mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai
kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena
sekolah berada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka hal
tersebut memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam
proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara,
masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan
pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar
kebijakan pendidikan.
Dalam pengimplementasian konsep ini,
sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan
administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka
arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama-sama dengan
orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala
prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional
bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan
masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai
koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di
dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap
proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan
kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah
itu sendiri maupun sekolah lain.
Fungsi kepala sekolah memegang peranan
penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diberikan tenggung
jawab untuk melakukan pengelolaan penuh terhadap pengaturan jalannya roda
kependidikan di sekolah. Peran utama Kepala sekolah adalah sebagai pemimpin
yang mengendalikan jalannya penyelenggaraan pendidikan di mana pendidikan itu
sendiri berfungsi pada hakekatnya sebagai sebuah transformasi yang mengubah
input menjadi output. Hal ini menentukan suatu proses yang berlangsung secara
benar, terjaga sesuai dengan ketentuan dari tujuan kependidikan itu sendiri.
Pada tataran organisasi, keberadaan kepala sekolah
sebagai seorang pimpinan menjadi sangat strategis perannya dalam rangka
pengelolaan sekolah sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut. Tuntutan
masyarakat sebagai pelanggan menjadi fokus utama dalam memberikan pelayanan
yang terbaik bagi kebutuhan pendidikan masyarakat.
Seiring dengan modernisasi di berbagai
bidang khususnya bidang pendidikan, maka perlu adanya kebijakan dan tindakan
yang konkrit untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mulai dari kebijakan pusat
sampai tingkat daerah, dan sampai tingkat lembaga pendidikan. Keberhasilan dan
kemajuan lembaga pendidikan bukanlah dihasilkan oleh usaha perseorangan, tetapi
hal itu akibat dari kerjasama seluruh elemen yang terkait dan berfungsinya
komponen-komponen sekolah dengan baik. Oleh karena itu untuk meningkatkan
keberhasilan pendidikan perlu adanya perbaikan secara menyeluruh dan
optimalisasi kinerja setiap komponen-komponen sekolah yang dimotori oleh kepala
sekolah.
Dengan adanya pengarahan para guru dapat mengetahui job
mereka masing masing, sehingga mereka dapat bertugas sesuai dengan tempat
mereka masing-masing tanpa adanya tumpang-tindih dalam pekerjaan. Dengan
pemantauan atau pengawasan dari kepala sekolah dapat mendorong rasa
tanggungjawab pada diri para guru atas pekerjaan mereka, karena mereka tahu
bahwa mereka diawasi. Dengan adanya penilaian hasil sistem kerja akan
menumbuhkan sikap inovatif dan kreatif menuju peningkatan mutu pengajaran dari
waktu ke waktu.
Kepemimpinan adalah inti manajemen, dan oleh sebab
itu meningkatkan pengetahuan manajerial merupakan sebuah keharusan jika
keberhasilan pelaksanaan pendidikan dalam era desentralisasi daerah dan
desentralisasi pendidikan diharapkan berhasil.
Digulirkannya reformasi dan kebersaman era globalisasi
kehidupan penuh persaingan, maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan khususnya dibidang program pendidikan menengah kejuruan di
Indonesia, sehingga dapat memunculkan adanya fenomena baru di bidang pendidikan
menengah, yaitu menghasilkan lulusan yang terampil dan berpengetahuan untuk
bersaing global.
Wildavsky mengemukakan bahwa
salah satu preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi kepala sekolah atau
calon kepala sekolah, bahwa “kompetensi minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian sekolah;
keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan
keterampilan teknis instruksional dan non instruksional.”[3]
Hal serupa dikemukakan oleh Segiovanni, bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja
manajemen sekolah sebagai proses sosial, mengemukan tiga jenis
keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu: (1)
keterampilan teknis, yakni keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan,
metode, dan teknik-teknik tertentu dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu;
(2) keterampilan manusiawi yakni keteram-pilan yang menunjukkan
kemampuan seorang manajer di dalam bekerja dengan orang lain secara efektif dan
efisien; (3) keterampilan konseptual yakni keterampilan yang berkenaan dengan
cara kepala sekolah memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di
atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program kerja sekolah
secara keseluruhan.[4]
Untuk
mewujudkan pendidikan yang bermutu, diperlukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pendidikan, baik yang dilakukan secara sentralisasi maupun
desentralisasi.[5]
Berdasarkan uraian
diatas, penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut dalam bentuk tesis dengan
judul: “Hubungan Supervisi dan Pengetahuan Manajerial dengan Mutu Pendidikan di SMK Negeri DKI Jakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Bertolak
dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi mutu pendidikan mengandung makna derajat (tingkat)
keunggulan suatu proses pendidikan dan hasil pendidikan. Penilaian positif terhadap mutu
pendidikan yang didasarkan pada bagaimana
supervisi dan pengetahuan
manajerial mengelola satuan pendidikan.
Pengetahuan
manajerial sekolah, mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses)
belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik
konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang
akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses
pembelajaran. Melalui hubungan antara supervisi dan pengetahuan manajerial akan
memperoleh mutu pendidikan yang diharapkan.
C. Pembatasan
Masalah
Mengingat demikian luas dan
kompleksnya permasalahan tentang supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah
dalam suatu organisasi merupakan kunci pokok keberhasilan suatu lembaga
pendidikan, pengetahuan manajerial juga merupakan satu hal yang harus dimiliki
oleh kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, maka agar penelitian lebih focus dan terarah
kajian penelitian dibatasi pada supervisi dan pengetahuan manajerial, yang
dikaitan dengan mutu pendidikan pada sekolah SMK Negeri DKI Jakarta.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah di atas, focus permasalahan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah
terdapat hubungan antara supervisi dengan mutu pendidikan?
2. Apakah
terdapat hubungan antara pengetahuan
manajerial dengan mutu pendidikan?
3. Apakah
terdapat hubungan antara supervisi dan pengetahuan manajerial secara
bersama-sama dengan mutu pendidikan?
E.
Kegunaan
Penelitian
1. Teoritis
Secara teoritis, penilitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat dalam bidang manajemen pendidikan, khususnya mengenai
supervisi dan pengetahuan manajerial guna mendukung peningkatan mutu pendidikan
di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
2. Praktis
Secara
praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana manajemen
pendidikan tentang pentingnya supervisi, pengetahuan manajerial dan peningkatan
mutu pendidikan, dan paling tidak dapat menambah bahan pelengkap kepustakaan
manajemen pendidikan tentang peningkatan mutu pendidikan di Sekolah SMK.
[1]Amich
Alhumami, Isu-isu mutu pendidikan.
http://tirtaamartya.wordpress.com /2007/06/07/ tiga-isu-pendidikan-kritis. (diakses tanggal 27 November 2010).
[2] Mukhneri Mukhtar. Supervision: Improving Performance and Development
Quality in Education. (Jakarta: PPs UNJ Press:2011).h. 2.
[3] Wildavski
dalam Sudarwan Danim, Inovasi
Pendidikan:dalam Upaya meningkatkan Profesionalisme Tenaga kependididkan (Bandung:Pustaka
Setia, 2002), hh.145-147.
[5] Mukhneri Mukhtar. Supervision: Improvement,
Development Quality Educational Program. (Jakarta: PPs UNJ Press. 2011) h. 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar